BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pulmonary edema adalah istilah yang
digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Edema paru merupakan kondisi yang
disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru.
Menurut penelitian pada tahun 1994,
secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita edema paru di dunia. Di Inggris
sekitar 2,1 juta penderita edema paru yang perlu pengobatan dan pengawasan
secara komprehensif. Di Amerika serikat diperkirakan 5,5 juta penduduk
menderita Edema. Di Jerman 6 juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar
yang perlu mendapat perhatian dari perawat di dalam merawat klien edema paru
secara komprehensif bio psiko sosial dan spiritual.
Penyakit Edema paru pertama kali di
Indonesia ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke
berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia.
Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat
baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi
pada 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR =
2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun
berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001);
19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
Dari uraian di atas, maka kami rasa
perlu dilakukan pemahaman lebih dalam guna mengetahui bagaimana sebenarnya
proses patofisiologi edema paru hingga bagaimana cara menangani pasien dengan
edema paru sebagai perawat berdasar pada diagnosa – diagnosa keperawatan yang
muncul akibat edema paru.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi edema paru?
2. Bagaimana etiologi edema paru?
3. Apa klasifikasi edema paru?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari
edema paru?
5. Bagaimana patofisiologi terjadinya
edema paru?
6. Bagaimana diagnosis penunjang edema
paru?
7. Bagaimana penatalaksanaan pasien
dengan edema paru?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan
pada pasien yang mengalami edema paru?
C. TUJUAN
1. Mengetahui definisi edema paru
2. Mengetahui etiologi edema paru
3. Mengetahui klasifikasi edema paru
4. Mengetahui manifestasi klinis dari
edema paru
5. Mengetahui patofisiologi terjadinya
edema paru
6. Mengetahui diagnosis penunjang edema
paru
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Edema, pada umumnya, berarti
pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh
darah merembes keluar pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya,
menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam
pembuluh-pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah
untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung
segala sel-sel darah).
Pulmonary edema adalah istilah yang
digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang langsung diluar
pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-kantong
udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari
udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah
dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai
dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan
biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dindig ini kehilangan
integritasnya.
Edema paru adalah akumulasi cairan
di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravaskular. Edema
paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan
kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh
kelebihan cairan di paru-paru. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara
di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk bernapas. Dalam kebanyakan kasus,
masalah jantung menyebabkan edema paru. Tapi cairan dapat menumpuk karena
alasan lain, termasuk pneumonia, paparan terhadap racun tertentu dan
obat-obatan, dan olahraga atau hidup pada ketinggian tinggi.
B. ETIOLOGI
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a) Peningkatan tekanan kapiler paru :
·
Peningkatan
tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis
mitral).
·
Peningkatan
tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.
·
Peningkatan
tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b) Penurunan
tekanan onkotik plasma.
·
Hipoalbuminemia
sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing enteropaday,
penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c) Peningkatan
tekanan negatif intersisial :
·
pengambilan
terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
·
Tekanan
pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d) Peningkatan
tekanan onkotik intersisial.
·
Sampai
sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.
- Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)
·
Pneumonia
(bakteri, virus, parasit).
·
Bahan toksik
inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon®, NO2, dsb).
·
Bahan asing
dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl
thiourea).
·
Aspirasi
asam lambung.
·
Pneumonitis
radiasi akut.
·
Bahan
vasoaktif endogen (histamin, kinin).
·
Disseminated
Intravascular Coagulation.
·
Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat
nitrofurantoin, leukoagglutinin.
·
Shock Lung
oleh karena trauma di luar toraks.
·
Pankreatitis
Perdarahan Akut.
- Insufisiensi Limfatik :
·
Post Lung
Transplant.
·
Lymphangitic
Carcinomatosis.
·
Fibrosing
Lymphangitis (silicosis)
·
Tak
diketahui/tak jelas
·
High
Altitude Pulmonary Edema.
·
Neurogenic
Pulmonary Edema.
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru
terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-kardiogenik. Hal ini penting
diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik
disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru
Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut.
Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita
Payah Jantung Kiri Khronik.
» Cardiogenic
pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema
yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung
tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak
kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema
berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang
disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang
disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari beragam
sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot
jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat
menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan
cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan
membesar.
» Non-cardiogenic
pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema
ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:
·
Acute
respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli
menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya,
dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari
pembuluh-pembuluh darah.
·
kondisi yang
berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka
paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau
radiasi pada paru-paru.
·
Gagal ginjal
dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan
penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada pulmonary
edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin
perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
·
High
altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang
cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
·
Trauma otak,
perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah,
atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di
paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
·
Paru yang
mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion pulmonary
edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural
effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat
berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral
pulmonary edema).
·
Jarang,
overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat
menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema
·
Penyebab-penyebab
lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema mungkin termasuk
pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru
akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute lung
injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada
wanita-wanita hamil.
D. PATOFISIOLOGI
Edema Paru terjadi ketika alveoli
dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh
darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan
persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),
berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.
Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien. Pulmonary edema dapat disebabkan
oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal
jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada sebab-sebab
lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema.
E. MANIFESTASI KLINIK
Serangan mendadak yang khas pada
edema paru terjadi setelah pasien berbaring selama beberapa jam. Posisi baring
akan meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan memudahkan penyerapan
kembali edema dari tungkai. Darah yang beredar menjadi lebih encer dan volumenya
bertambah. Tekanan vena meningkat dan atrium kanan terisi lebih cepat.
Akibatnya terjadi peningkatan curah ventrikel kanan yang ternyata melebihi
curah ventrikel kiri. Pembuluh darah paru membesar oleh darah dan mulai
mengalami kebocoran. Sementara pasien mulai merasa gelisah dan cemas.
Terjadi awitan kesulitan
bernapas mendadak dan perasaan tercekik. Tangan pasien menjadi dingin
dan basah, kuku sianosis, dan warna kulit menjadi abu-abu sampai pucat.
Selain itu denyut nadi juga melemah, dan cepat, vena leher menegang.
Pasien mulai batuk, dengan mengeluarkan sputum yang banyak. Dengan
berkembangnya edema paru, kecemasan berubah menjadi panik. Napas berbunyi
dan basah, pasien yang mulai tercekik oleh darah, mengeluarakan cairan
berbusa ke bronchi dan trakhea.
Gejala yang paling umum dari
pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang
berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat
mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut.
Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan
sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion),
napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah
(hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih
jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar
suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara
mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan
dalam alveoli selama bernapas).
Manifestasi klinis Edema Paru secara
spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah
kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit
meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya
berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas
menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya
saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru
intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga
menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan
cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas
kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula
terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini
merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu
memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada
pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja.
Stadium 3.
Pada stadium ini terjadi edema
alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia.
Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital
dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left
intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada
kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada
keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald,
1988).
Edema Paru yang terjadi setelah
Infark Miokard Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru. Namun percobaan
pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun
tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin
sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic
nucleotide phosphodiesterase akan mengurangi edema’ paru sekunder akibat
peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler; pada ma-nusia masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan
edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan
lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler
paru sudah turun atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi
peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi
sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
»
Pemeriksaan Fisik
·
Sianosis
sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
·
Ronchi basah
nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang
disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme
sehingga disebut sebagai asma kardiale.
·
Takikardia dengan S3 gallop.
·
Murmur bila
ada kelainan katup.
» Elektrokardiografi.
Bisa terdapat sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri
atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark,
hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa ditemukan.
»
Laboratorium
·
Analisa gas
darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
·
Enzim
kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
·
Darah rutin,
ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung
(CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
Foto thoraks Pulmonary edema secara
khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri
dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah
utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru
yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang
dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan
pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua
bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari
pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada
paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal.
Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary
edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang
mungkin mendasarinya.
» Gambaran
Radiologi yang ditemukan :
·
Pelebaran
atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
·
Corakan paru
meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
·
Kranialisasi
vaskuler
·
Hilus suram
(batas tidak jelas)
·
Interstitial
fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul
milier)
»
Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung :
kelainan katup, hipertrofi ventrikel
(hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan
umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
» Pengukuran
plasma B-type natriuretic peptide (BNP)
Alat-alat diagnostik lain yang
digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari pulmonary edema termasuk
pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal
pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang
disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP
nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau
lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi
lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal
jantung sebagai penyebabnya.
» Pulmonary
artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter
(Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang
disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui
ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler
paru atau pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara
langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary
artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah
konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang
kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary
edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada
intensive care unit (ICU).
G. PENATALAKSANAAN
·
Posisi ½
duduk.
·
Oksigen (40
– 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
·
Jika
memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
·
Infus
emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
·
Nitrogliserin
sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10
menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin
intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
·
Jika tidak
memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1
ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai
didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg
pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
·
Morfin
sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).
·
Diuretik
Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam
atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
·
Bila perlu
(tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau
Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
·
Trombolitik
atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
·
Ventilator
pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
·
Operasi pada
komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding
ventrikel / corda tendinae.
H. KOMPLIKASI
Pada pasien dengan Edema paru
kemungkina untuk terjadi Gagal napas sangat tinggi jika tidak dilakukan
penatalaksanaan dengan tepat. Hal ini dikarenakan terjadinya akumulasi cairan
pada alveoli yang menyebapkan ketidakmampuan paru untuk melakukan pertukaran
gas O2 dan CO2 secara adekuat, sehingga mengakibatkan pasokan Oksigen ke
jaringan paru menjadi sedikit.
H. KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
- Pengkajian
·
Identitas
:
·
Umur
: Klien dewasa dan bayi cenderung
mengalami dibandingkan remaja/dewasa muda
·
Riwayat
Masuk
Klien biasanya dibawa ke rumah
sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam
tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat terjadi dengan tiba-tiba
pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-masik tanda klinik
mungkin menyertai klien
·
Riwayat
Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau
berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis, Penyakit paru, jantung serta
kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
·
Pemeriksaan
fisik
Sistem Integumen
î Subyektif
: -
î Obyektif
: kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
Sistem Pulmonal
î Subyektif
: sesak nafas, dada tertekan
î Obyektif
: Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif),
sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut
meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang
paru,
Sistem Cardiovaskuler
î Subyektif
: sakit dada
î Obyektif
: Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun,
Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
Sistem Neurosensori
î Subyektif
: gelisah, penurunan kesadaran, kejang
î Obyektif
: GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
Sistem Musculoskeletal
î Subyektif
: lemah, cepat lelah
î Obyektif
: tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan
Sistem genitourinaria
î Subyektif
: -
î Obyektif
: produksi urine menurun/normal,
Sistem digestif
î Subyektif
: mual, kadang muntah
î Obyektif
: konsistensi feses normal/diare
·
Studi
Laboratorik :
î Hb
: menurun/normal
î Analisa Gas
Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar
oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
î Elektrolit
: Natrium/kalsium menurun/normal
- Diagnosa yang mungkin muncul
1. Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat bantu nafas
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan
dengan distensi kapiler pulmonar
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan area invasi mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan selang
endotrakeal
4. Gangguan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot jantung
5. Disfungsi respon penyapihan
ventilator berhubungan dengan kurangnya pengetahuan terhadapprosedur medis
6. Resiko terjadi trauma berhubungan
dengan kegelisahan sekunder terhadap pemasangan alat bantu nafas
7. Ansietas berhubungan dengan ancaman
integritas biologis aktual sekunder terhadap pemasangan alat bantu nafas
8. Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan pemasangan selang endotrakeal
- Rencana Tindakan:
- Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang
muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial. Kemudian dilakukan tindakan
keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.
- Evaluasi:
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh
mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah
intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang
sebelumnya tidak berhasil
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan
oleh kelebihan cairan di paru-paru. Edema paru disebabkan oleh
ketidakseimbangan starling forces, perubahan permeabilitas membran
alveolar-kapiler (adult respiratory distress syndrome), insufisiensi limfatik,
dan penyebab yang tidak diketahui/ tak jelas. Edema paru dibedakan menjadi 2
sebab kardiogenik dan non-kardiogenik. Edema Paru terjadi ketika alveoli
dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh
darah dalam paru sebagai gantinya udara. Manifestasi klinis dari edema paru
dibagi dalam 3 kategori yakni stadium 1, stadium 2, dan stadium 3.
Diagnosa penunjang untuk edema paru
dapat diperoleh dari pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, pemeriksaan
laboratorium, pulmonary artery catheter (swan-ganz), ekokardiografi, dan
pengukuran plasma b-type natriuretic peptide (BNP). Untuk penatalaksaan pada
pasien dengan edema paru disesuaikan dengan gejala yang timbul.
2. SARAN
Dengan dibuatnya makalah edema paru
ini, diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama
pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan
keperawatan terutama pada pasien yang mengalami gangguan edema paru.
Namun penulis juga menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran maupun kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah
ini, dengan demikian penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis atau
pihak lain yang membutuhkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,
Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Simon, G.
1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum. Edisi
kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga
Harrison.
1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar