♥ welcome to my blog ♥

Jumat, 23 Mei 2014

ALZHEIMER



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit ini. Angka prevalansi berhubungan erat dengan usia. Sekitar 10% populasi diatas 65 tahun menderita penyakit ini. Bagi individu berusia diatas 85 tahun, angka ini meningkat sampai 47,2%. Dengan meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi penyakit yang semakin bertambah banyak. Insiden kasus alzheimer meningkat pesat sehingga menjadi epidemi di Amerika dengan insiden alzheimer sebanyak 187 : 100.000 per tahun dan penderita alzheimer 123 : 100.000 per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki.
Penyakit Alzheimer atau demensia senil dari tipe Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang paling ditakutkan pada masa modern, karena penyakit ini merupakan bencana besar yang terjadi pada pasien dan keluarganya, dimana pengalaman pasien yang mengalaminya merupakan akhir yang tak ada habisnya sampai kematian tiba.

B. Tujuan umum

Memenuhi tugas Student Center Learning (SCL) dari dosen pembimbing dan untuk mengetahui secara garis besar gangguan pada sistem Persyarafan dan asuhan keperawatananya

C. Tujuan khusus

1. Meningkatakan pengetahuan dan wawasan mengenai konsep dasar penyakit Alzheimer, yang meliputi Etiologi, Manifestasi klinis, Patofisiologi (Pathway), komplikasi, penatalaksanaan medis dan pemeriksaan dignostiknya.
2. Memberikan gambaran Asuhan keperawatan yang teoritis kepada pasien mengenai penyakit Alzheimer
3. Menambah wawasan perawat, pasien, keluarga pasien dan masyarakat umum mengenai penyakit Alzheimer



BAB II
PEMBAHASAN

1.      Definisi / Pengertian
Alzheimer  merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri. ( Suddart, & Brunner, 2002 ).
Alzheimer  merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008)
Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003)
Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65 tahun keatas.
2.      Penyebab/Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik.
Penyakit Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.
3.      Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit.
Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”.  Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron.
Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel.  Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak.



4.      Gejala  Klinis
Berlangsung lama dan bertahap, sehingga pasien dan keluarga tidak menyadari secara pasti kapan timbulnya penyakit.
·         Terjadi pada usia 40-90 tahun.
·          Tidak ada kelainana sistemik atau penyakit otak lainnya.
·         Tidak ada gangguan kesadaran.
·         Perburukan progresif fungsi bahasa, keterampilan motorik dan persepsi.
·         Riwayat keluarga Alzheimer, parkinson, diabetes melitus, hipertensi dan kelenjar tiroid.  (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008 )
Gejala klinis dapat terlihat sebagai berikut :
1.   Kehilangan daya ingat/memori
Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia bukan saja lupa nama tetangganya tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah tetangganya.

2.   Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa
Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu urutan-urutan menyiapkan makanan.
3.   Kesulitan berbahasa.
Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan kata yang tepat, tetapi penderita Alzheimer lupa akan kata-kata yang sederhana atau menggantikan suatu kata dengan kata yang tidak biasa.
4.   Disorientasi waktu dan tempat.
Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini, tetapi penderita Alzheimer dapat tersesat pada tempat yang sudah familiar untuknya, lupa di mana dia saat ini, tidak tahu bagaimana cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat ini malam atau siang.
5.   Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif
Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau sebaliknya.

6.   Salah menempatkan barang.
Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet atau kunci. Penderita Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak biasa, misal jam tangan pada kotak gula.
7.   Perubahan tingkah laku.
Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu. Penderita Alzheimer dapat berubah mood atau emosi secara tidak biasa tanpa alasan yang dapat diterima.
8.   Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan menjadi mudah curiga, mudah tersinggung, depresi, apatis atau mudah mengamuk, terutama saat problem memori menyebabkan dia kesulitan melakukan sesuatu.
9.   Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau tidak menunjukan minat pada hobi yang selama ini ditekuninya.(Yulfran, 2009)

5.      Pemeriksaan Diagnostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:
a.    Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan :
      atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
      berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari :
1)         Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.


2)         Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amiloid prekusor protein yang terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit alzheimer.
3)         Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam pengobatan penyakit alzheimer.
4)         Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak
5)         Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.
b.   Pemeriksaan Neuropsikologik
      Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
      Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa
     Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena :
1)   Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal.
2)   Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
3)   Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.
c.   CT Scan dan MRI
     Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer antemortem.
CT Scan :
      Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini
      Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
MRI :
      peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.
         MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.

EEG
         Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan :
            penurunan aliran darah
            metabolisme O2
            glukosa didaerah serebral
SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
         Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skrining antibody yang dilakukan secara selektif. (Yulfran, 2009)

8.      Tindakan Penanganan/Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
Pengobatan simptomatik:
1)      Inhibitor kolinesterase
         Tujuan: Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral
         Contoh: fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin (Razadyne), & rivastigmin
         Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung
         ESO: memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita Alzheimer, mual & muntah, bradikardi, ↑ HCl, dan ↓ nafsu makan.
2)      Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis.
Contoh: thiamin hydrochloride
Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral
Tujuan: perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3)      Nootropik
         Nootropik merupakan obat psikotropik.
         Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4)      Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal.
   Contoh: klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
   Dosis : maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
   Tujuan: kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5)      Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi :
   Gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut
   Bila penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant (amitryptiline 25-100 mg/hari)
6)      Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzym ALC transferase.
         Tujuan : meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.
         Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan
         Efek: memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif (Yulfran, 2009)

9.      Pencegahan
Para ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa faktor resiko penyebab Alzheimer, yaitu : usia lebih dari 65 tahun, faktor keturunan, lingkungan yang terkontaminasi dengan logam berat, rokok, pestisida, gelombang elektromagnetic, riwayat trauma kepala yang berat dan penggunaan terapi sulih hormon pada wanita. Dengan mengetahui faktor resiko di atas dan hasil penelitian yang lain, dianjurkan beberapa cara untuk mencegah penyakit Alzheimer, di antaranya yaitu :
      Bergaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak merokok maupun mengkonsumsi alkohol.
      Mengkonsumsi sayur dan buah segar. Hal ini penting karena sayur dan buah segar mengandung antioksidan yang berfungsi untuk mengikat radikal bebas. Radikal bebas ini yang merusak sel-sel tubuh.
      Menjaga kebugaran mental (mental fitness). Istilah ini mungkin masih jarang terdengar. Cara menjaga kebugaran mental adalah dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan.

11.  Prognosis
Dari pemeriksaan klinis 42 penderita Alzheimer menunjukkan bahwa nilai prognostik tergantung pada 3 faktor yaitu :
         Derajat beratnya penyakit
         Variabilitas gambaran klinis
         Perbedaan individual seperti usia, keluarga demensia dan jenis kelamin
Ketiga faktor ini diuji secara statistik, ternyata faktor pertama yang paling mempengaruhi prognostik penderita alzheimer.
Pasien dengan penyakit Alzheimer :
         Mempunyai angka harapan hidup rata-rata 4-10 tahun sesudah diagnosis
         Biasanya meninggal dunia akibat infeksi sekunder.

12.  Komplikasi
  Infeksi
  Malnutrisi
  Kematian

B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1.      PENGKAJIAN
Adapun pengkajian yang dilakukan pada penyakit Alzheimer
a.       Aktifitas istirahat
Gejala:  Merasa lelah
Tanda:  Siang/malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur
Letargi: penurunan minat atau perhatian pada aktivitas yang biasa, hobi, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca/ mengikuti acara program televisi.
Gangguan keterampilan motorik, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang telah biasa yang dilakukannya, gerakan yang sangat bermanfaat.
b.      Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli (merupakan factor predisposisi).
c.       Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk melakukan kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) , duduk dan menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan barang, atau berjalan-jalan.

d.      Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
e.       Makanan/cairan
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi)  perubahan dalam pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/ kebutuhan untuk makan.
Tanda:   Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan (mungkin mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap lanjut).
f.       Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan.
g.      Neurosensori
Gejala :   Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan, mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat). Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian  tubuh dalam ruang tertentu ). dan adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat sekunder  pada kerusakan otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan kata- kata yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar. Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan motorik halus ).

h.      Kenyamanan
Gejala :  Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor predisposisi atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
i.        Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.
  Pemeriksaan  Fisik
Keadaan umum:
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan

B1 (Breathing)
Gangguan fungsi pernafasan :
Berkaitan dengan hipoventilasi inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran nafas.
  Inspeksi: di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot Bantu nafas.
  Palpasi : Traktil premitus seimbang kanan dan kiri
  Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
  Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.

B2 (Blood)
Hipotensi postural : berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.


B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lainnya.
Inspeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
Pengkajian Tingkat Kesadaran:
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien.
Pengkajian fungsi serebral:
            Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Pengkajian Saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII :
  Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan fungsi penciuman
  Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer mengalami keturunan ketajaman penglihatan
  Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini
  Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
  Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
  Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis serta penurunan aliran darah regional
  Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif
  Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
  Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada vasikulasi dan indera pengecapan normal
Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.
   Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.

Pengkajian Refleks
Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.
Pengkajian Sistem sensorik
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.

2.      DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.      Perubahan pola eliminasi urine/alvi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
2.      Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori
3.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan tonus atau kekuatan otot.
4.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik.
5.      Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi.
6.      Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible
7.      Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik
8.      Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual
9.      Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)
10.  Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)
11.  Risiko tinggi perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupa
12.  Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan




3.RENCANA KEPERAWATAN



4.EVALUASI

1.  Perubahan pola eliminasi urine/alvi berhubungan dengan kehilangan fungsi neurologi/tonus otot, ketidakmampuan untuk menentukan letak kamar mandi/mengenali kebutuhan
- Klien menciptakan pola eliminasi yang adekuat/sesuai

2. Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori
- Tidak terjadi perubahan tingkah laku dan penampilan (gelisah)
- Klien menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun)
- Klien menentukan penyebab tidur inadekuat

3.  Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan tonus atau kekuatan otot.
- Klien mempertahankan posisi dengan tak ada komplikasi (kontraktur,dekubitus)
- Klien mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan kembali aktifitas yang diinginkan

4.  Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, keterbatasan fisik.
Klien tampak bersih dan segar
Klien tidak pucat

5.  Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi.
- Klien Mengalami penurunan halusinasi.
- Klien Mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress.
- Klien Mendemonstrasikan respons yang sesuai stimulasi.

6.  Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuron irreversible
- Klien menginterpretasikan stimulus sedikit demi sedikit
- Klien mengakomodasikan sedikit demi sedikit suatu ide/perintah
- Klien  mengenali orang-orang terdekatnya, seperti nama keluarganya.
- Klien  mengenali tempat-tempat disekitarnya, seperti alamat rumah.
- Klien  mengenali waktu seperti pagi, siang, dan malam.

7.  Sindrom stress relokasi berhubungan dengan gangguan sensori, penurunan fungsi fisik
- Klien mengidentifikasi perubahan
- Klien beradaptasi pada perubahan lingkungan dan aktivitas kehidupan sehari-hari
- cemas dan takut klien berkurang
- Klien membuat pernyataan yang psitif tentang lingkungan yang baru.

8.  Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan menyelesaikan masalah, perubahan intelektual
- Klien menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi
- Klien menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
- Klien Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa haraga diri yang negative

9. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan intelektual (pikun, disorientasi, penurunan kemampuan mengatasi masalah)
teknik/metode klien komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi

10. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan perubahan emosi (cepat marah, mudah tersinggung, kurang percaya diri)
- Klien mampu berinteraksi dengan orang disekitarnya dengan baik.
- Klien tidak memiliki rasa bermusuhan/menyerang orang.




11. Risiko tinggi perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan sensori, mudah lupa
- Klien mendapat diet nutrisi yang seimbang
- Mempertahankan/ mendapat kembali BB yang sesuai
- Klien dapat mengubah pola asupan yang benar

12. Risiko trauma berhubungan dengan kelamahan, ketidakmampuan untuk mengenali/mengidentifikasi bahaya dalam lingkungan
- Keluarga mengenali resiko potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap untuk memperbaikinya.





BAB IV
PENUTUP


A. Kesimpulan
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan terjadi terutama menyerang orang yang berusia diatas 65 tahun tapi tidak menutup kemungkinan dapat juga menyerang anak-anak, bahkan bayi. Pasien dengan penyakit Alzheimer mengalami banyak kehilangan neuron-neuron hipokarpus dan korteks tanpa disertai kehilangan parenkim otak, juga terdapat kekusutan neuro fibrilar. Penyebap pasti penyakit ini belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor predisposisi seperti proses infeksi virus lambat, autoimun, genetik dan trauma.
Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Alzheimer dilakukan dengan tujuan membantu mengembalikan fungsi kognitif, motorik dan fungsi-fungsi bagian tubuh lain yang mengalami gangguan akibat kelainan neurotransmiternya. Selain itu perhatian terhadap kebutuhan nutrisi juga tetap dibutuhkan untuk mencegah berkembangnya penyakit lain akibat intake nutrisi yang tidak adekuat.

B. Saran
Bagi perawat dan keluarga, diharapkan memperhatikan setiap perubahan yang terjadi pada penderita Alzheimer ini, karena setiap perubahan baik itu dari segi kognitif dan motorik mempengaruhi aktivitas sehari-hari pasien. Karenanya dibutuhkan perhatian lebih bagi penderita Alzheimer ini.




















DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:EGC
Lumbantobing, Prof.DR.dr.SM. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta : FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Stanley, Mickey & Patricia Gauntlett Beare. 2006.  Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar